Peluang Sektor Pertanian di Era Digital

35 Likes Comment

Oleh : Rizal Syapriadi

BERBAGAI laporan memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terdorong oleh perkembangan teknologi digital. Namun, sejauh manakah pertumbuhan yang didorong oleh perkembangan ekonomi digital bisa menjamin peningkatan kualitas hidup seluruh lapisan masyarakat? Mampukah ekonomi digital pada masa depan mengurangi angka ketimpangan yang saat ini cukup tinggi? Terutama pada sektor pertanian memerankan peran yang sangat krusial dalam perekonomian nasional.

Konsep Ekonomi Digital.Ekonomi digital pertama kali diperkenalkan oleh Tapscott (Tapscott, 1997). Menurutnya, ekonomi digital merupakan sebuah fenomena sosial yang mempengaruhi sistem ekonomi, dimana fenomena tersebut mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses terhadap instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan informasi.

Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya yaitu industri TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.Sementara itu, konsep ekonomi digital menurut Zimmerman (Zimmerman, 2000), merupakan sebuah konsep yang sering digunakan untuk menjelaskan dampak global terhadap pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang berdampak pada kondisi sosial-ekonomi.

Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi antara perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi yang berdampak pada ekonomi makro maupun mikro. Sektor yang dipengaruhi meliputi barang dan jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplainya tergantung kepada sejauh mana teknologi digital dapat menjangkau.

Ekonomi digital lahir dan berkembang seiring penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang juga semakin mengglobal di dunia. Menurut Dalle (2016) sejarah ekonomi dunia telah melalui empat era dalam hidup manusia yaitu era masyarakat pertanian, era mesin pasca revolusi industri, era perburuan minyak, dan era kapitalisme korporasi multinasional.

Empat gelombang ekonomi sebelumnya berkarakter eksklusif dan hanya bisa dijangkau oleh kelompok elit tertentu. Gelombang ekonomi digital hadir dengan topografi yang landai, inklusif, dan membentangkan ekualitas peluang.

Karakteristik ini memiliki konsep kompetisi yang menjadi spirit industri yang dengan mudah terangkat oleh para pelaku startup yang mengutamakan kolaborasi dan sinergi. Karena itu pula ekonomi digital merupakan ‘sharing economy’ yang mengangkat banyak usaha kecil dan menengah untuk memasuki bisnis dunia.

Dalam ekonomi digital, perusahaan menawarkan layanan mereka sesuai dengan layanan layanan tertentu yang sesuai dengan permintaan spesifik tertentu atau penawaran khusus, penawaran telah dikarakterisasi sebagai penawaran pribadi dan individu atau pribadi (Bloch et al., 2006).

Agar ekonomi digital dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat dan pelaku usaha, maka diperlukan kerangka regulasi yang tepat sehingga terjadi iklim pasar yang kompetitif dan seimbang dalam mengembangkan ide untuk menciptakan produk dan inovasi. Ciri ekonomi digital adalah melakukan perdagangan global dan banyak memotong rantai intermediary.

Diharapkan, tidak ada barrier to entry sehingga memberi keleluasaan partisipasi pasar.Dalam menciptakan kerangka proteksi yang lebih baik untuk konsumen, perlu keseimbangan dengan kepentingan dan kapasitas bisnis, terutama untuk perusahaan kecil dan menengah. Apabila regulasi tidak seimbang, maka dapat menyebabkan turn-over yang tinggi pada pelaku bisnis, yaitu tersisihnya pelaku bisnis yang kalah dalam kompetisi dari peredaran.

Hal ini juga dapat mempengaruhi kebebasan pilihan konsumen. Oleh karena itu hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku bisnis harus seimbang dari kedua belah pihak.

Baca juga:  Wansari : Pejabat Publik Jangan Tipis Telinga

Sektor Pertanian

Pengembangan pembangunan di sektor pertanian di masa mendatang tidak hanya dihadapkan untuk dapat mencari solusi dari masalah yang ada, namun dihadapkan pula pada tantangan untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia.

Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.

Tantangan tersebut dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan motor penggerak pembangunan bangsa. Walaupun Indonesia sekarang bergerak menjadi negara industri, namun tidak dapat disangkal bahwa pada akarnya adalah negara agraris yang bergantung pada hasil pertanian.

Ironisnya, petani lokal di Indonesia mendapatkan sangat sedikit dukungan baik dari konsumer, pedagang, ataupun pemerintah. Hal ini tentu saja membuat para petani kesulitan dan menemui banyak salah satu dilema yang dihadapi para petani lokal saat ini adalah harga yang tidak seimbang dengan yang mereka dapat dan kurangnya promosi sehingga umumnya tingkat kesejahteraan petani cenderung rendah dan kesulitan untuk mendapatkan permodalan.

Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang terjebak praktek ijon dengan para rentenir. Oleh itu, diperlukan langkah strategis dengan membentuk suatu lembaga pembiayaan yang dapat menyediakan dana usaha maupun konsumtif yang dikelola oleh tokoh di komunitas petani serta mendapat kepercayaan dari petani anggota.

Strategi ini bertujuan untuk mewujudkan pembiayaan dan pendanaan usaha tani dalam kegiatan perlindungan dan pemberdayaan petani.Sementara dengan perkembangan teknologi di berbagai sektor mendorong tumbuhnya teknologi di sektor pertanian. Sebagian petani telah berubah haluan dari pola pertanian konvensional, ke pola pertanian digital yang sesuai perkembangan jaman.

Sejumlah startup di Indonesia melihat permasalahan tersebut dan mencoba mengembangkan industri pertanian di Indonesia. Teknologi Pertanian 4.0, merupakan fase pertanian yaitu praktik, metode dan tekniknya berlandaskan pada teknologi digital, meliputi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta internet.

Setiap prosesnya terintegrasi dan terhubung langsung dengan pihak luar, melalui transmisi dan komunikasi data menjadi sistem automasi dan otonom. Merujuk pada makna kata pertanian tersebut, berarti lingkup pertanian pada pertanian 4.0 adalah rantai nilai pertanian. Elemen-elemen teknologi pada pertanian 4.0, sesuai dengan rantai nilai, antara lain; teknologi bio dan gen, teknologi pertanian, teknologi pangan dan e-commerce untuk produk pangan dan bahan pangan.

Posisi TIK dan digital pada elemen teknologi tersebut adalah sebagai integrator, berfungsi sebagai penyampai dan pembawa pesan, sistem komunikator dan pengolahan data dari aktivitas tiap-tiap rantai nilai.

Era pertanian 4.0 merupakan era pertanian dimana pelaku pertanian dapat berinteraksi langsung dengan setiap simpul rantai nilai, konsumen, supplier, distributor maupun retailer, dimana setiap aktivitasnya terekam sehingga dapat dilakukan prediksi, penakaran dan penelusuran, dengan sistem kendali otomatis dan dapat dilakukan dengan jarak jauh.

Konsep pengembangan pertanian yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah konsep pertanian cerdas, yang biasa juga disebut smart farming atau precision agriculture. Konsep ini merujuk pada penerapan TIK bidang pertanian. Tujuan utama penerapan teknologi tersebut adalah untuk melakukan optimasi berupa peningkatan hasil (kualitas dan kuantitas) dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.

Baca juga:  DPRD dan Pemerintah Kota Lubuklinggau Saling Apresiasi Terhadap Raperda

Terdapat peluang besar yang ditawarkan kemajuan teknologi untuk memudahkan proses bisnis petani dari hulu hingga hilir, namun masih terdapat banyak kendala dalam pemanfaatan teknologi dikalangan petani, seperti latar belakang, tingkat pengetahuan dan juga faktor geografis menjadi faktor-faktor penghambat penggunaan teknologi.

Berikut ini adalah beberapa permasalahan pada penerimaan teknologi di kalangan petani:

1. Sumber daya manusia (SDM) ;

2. Sebagian besar petani berusia lebih dari 40 tahun dan lebih dari 70 persen petani di Indonesia hanya berpendidikan setara SD bahkan di bawahnya. Pendidikan formal yang rendah tersebut menyebabkan pengetahuan dalam pengolahan pertanian tidak berkembang serta monoton. Petani hanya mengolah pertanian seperti biasanya tanpa menciptakan inovasi-inovasi terbaru demi peningkatan hasil pangan yang berlimpah;

3. Kondisi lahan pertanian di Indonesia ;

4. Pada kenyataannya bahwa penyebaran penduduk dan pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya merata. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya “Lahan Tidur” atau lahan yang belum tergarap oleh masyarakat di daerah-daerah pedalaman, sementara, lahan di suatu wilayah strategis justru menjadi rebutan dengan harga mahal.Mengingat harga tanah yang semakin melonjak tinggi, luas kepemilikan lahan pertanian para petani di Indonesia pun rata-rata kecil. Bahkan, sebagian besar petani hanya bisa menggarap lahan milik orang lain sehingga hasilnya pun harus dibagi dua. Selain itu, dampak akibat konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang mencapai 150-200 ribu per tahun juga menyebabkan petani kekurangan lahan untuk bercocok tanam ;

5. Lahan yang terbatas ;

6. Pada sistem pengalihan teknologi dari tradisional menjadi modern dalam pengelolaan pertanian belum dapat diterima secara luas oleh para petani yang masih banyak memilih menggunakan peralatan tradisional. Selain karena keterbatasan biaya, keterbatasan pengetahuan juga menjadi faktor yang menghambat laju teknologi untuk merambah sektor pertanian secara luas. Permasalahan ini juga disebabkan oleh karena terdapat kesenjangan digital antara masyarakat kota dan pedesaan, dimana para petani umumnya berada di daerah pedesaaan.

Pada negara berkembang seperti Indonesia, infrastruktur teknologi informasi belum merata pada seluruh wilayah. Infrastruktur teknologi informasi, seperti akses telekomunikasi dan internet hanya dapat dijangkau di daerah perkotaan.Dengan demikian, adopsi teknologi sebagian besar hanya dapat dirasakan oleh masyarakat perkotaan.

Masyarakat pedesaan termasuk petani belum dapat merasakan dampaknya secara maksimal, bahkan di beberapa daerah tertentu belum tersentuh sama sekali. Pada era ekonomi digital, peran teknologi informasi sangat membantu dalam upaya pembiayaan proses pertanian.

Konsep ini, menawarkan kemudahan akses finansial bagi petani dalam melaksanakan proses pertanian melaui platform teknologi digitalTantangan Sektor Pertanian di Era Ekonomi Digital.Berdasarkan piramida kependudukan, Indonesia akan menghadapi persoalan ketenagakerjaan untuk golongan muda.

Ekonomi pertanian digital diprakirakan dapat mendorong percepatan dalam menyiapkan anak-anak muda Dalam proses regenerasi petani.Artinya, mereka bukan menjadi petani tradisional, namun menjadi CEO usaha pertanian dengan basis digital.

Diperkirakan, tanpa melakukan hal tersebut, maka minat untuk mengembangkan sektor pertanian akan hilang dan akan menjadi ancaman serius bagi pemenuhan pangan Indonesia di masa mendatang.

Baca juga:  Cabuli Anak Dibawah Umur, Roni Masuk Sarang Harimau Kelingi

Saat ini memang banyak Platform Pertanian yang berkembang, sayangnya platform tersebut masih sebatas memfasilitasi operasional pada sisi perdagangan komoditas maupun produk pertanian.

Peluang peningkatan ekonomi pertanian digital akan lebih meningkat apabila di sektor pertanian menerapkan teknologi intellegence e-commerce, mekanisme supply chain, maupun system agrologistik yang memadai.

Apalagi, pengembangan e-commerce dengan basis pertanian memang akan menjadi tonggak peningkatan skala ekonomi digital.Selain itu perkembangan ekonomi pertanian digital tidak hanya berkaitan dengan penerapan teknologi melainkan juga melalui peningkatan mutu sumber daya manusia di sektor pertanian.

Oleh karena itu, pengembangan ekonomi digital mengenal keragaman kemajuan antar wilayah di Indonesia dari sisi Teknologi dan SDM. Tidak semua wilayah mempunyai kecepatan yang sama dalam menerapkan Teknologi 4.0, baik dari segi produksi, etos kerja petani, pengolahan, sampai pemasaran produk pertanian. Dengan demikian, pengembangan ekonomi pertanian digital perlu pendekatan sosial, berupa ragam literasi digital berdasarkan wilayah.

Strategi Pengembangan Ekonomi Pertanian Digital.Peran Kominfo dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi pertanian digital perlu tidak hanya fokus pada pengaturan (penyusunan kebijakan maupun regulasi), tetapi sebaiknya mengembangkan Big Data yang berfungsi sebagai hub untuk berbagai K/L maupun baragam pihak lain untuk bekerjasama.

Proses ini penting dilakukan karena sektor pertanian mensyaratkan bukan hanya kolaborasi antar K/L di lembaga pemerintah, tetapi juga memerlukan kolaborasi dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga yang mewadahi petani.

Peran teknologi digital dalam mendorong peningkatan remitan (arus uang dan barang ke daerah asal) dari Buruh Migran Indonesia perlu dibantu oleh Kominfo dengan menerapkannya mulai dari perbaikan sistem pemberangkatan, monitoring saat bekerja di luar negeri, kepulangan, hingga berintegrasi dalam kehidupan di daerah asal.

Buruh Migran Indonesia perlu literasi pengelolaan keuangan dengan basis teknologi digital. Dengan pendekatan ini, terdapat peluang remitan untuk mendorong pola usaha produktif pertanian sehingga memungkinkan peningkatan skala ekonomi digital yang memperkuat ekonomi lokal.Peluang Pertanian.

Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dan informasi dapat mempermudah petani untuk mencari informasi untuk peningkatan produktivitas pertanian atau bahkan menambah nilai jual produk pertanian. Namun sayang, mayoritas petani belum menggunakan internet pada tahun 2018, yaitu sebesar 86,29 persen.

Dengan perkembangan teknologi, diharapkan generasi milenial dapat adaptif untuk mengimplementasikan diri di sektor pertanian. Inovasi pertanian digital dengan memanfaatkan teknologi dan informasi dapat menjadi salah satu cara agar sektor pertanian diminati kaum milenial.

Sehingga, ke depannya regenerasi petani terjaga. Selain itu, inovasi digital dapat membuat pertanian modern semakin produktif.Teknik pertanian urban farming yang memanfaatkan lahan sempit diperkotaan, menjadi salah satu solusi konversi lahan yang terus terjadi.

Tak hanya di wilayah perkotaan, daerah perdesaan yang lahannya semakin tergerus, juga dapat memanfaatkan teknik ini, agar ketersediaan pangan tetap terjaga.Selain itu, inovasi digital di bidang pertanian juga harus terus didorong, sebagai upaya menarik minat kaum milenial guna regenerasi SDM bidang pertanian.

(Mahasiswa Universitas Siber Asia-Jakarta)

*Dikutip dari berbagai sumber.

You might like

About the Author: Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *